Beranda | Artikel
Makna dan Konsekuensi Syahadat Anna Muhammadan Rasulullah
Senin, 25 Februari 2019

Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr

Makna dan Konsekuensi Syahadat Anna Muhammadan Rasulullah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam dengan pembahasan Kitab الدروس المهمة لعامة الأمة  (pelajaran-pelajaran penting untuk segenap umat). Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 6 Jumadal Akhirah 1440 H / 11 Februari 2019 M.

Download kajian sebelumnya: Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallah

Status Program Kajian Tentang Pelajaran Penting untuk Umat

Status program Kajian Tentang Bagaimana Menjadi Pembuka Pintu Kebaikan: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap ahad & senin pukul 17.00 - 18.00 WIB.

Kajian Ilmiah Tentang Makna dan Konsekuensi Syahadat Anna Muhammadan Rasulullah

Berkata Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz Rahimahullah, “dengan menjelaskan tentang syahadat bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah dan konsekuensinya adalah membenarkan apa yang ia kabarkan, mentaati apa yang ia perintahkan, menjauhi apa yang ia larang dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan RasulNya.”

Ini berkaitan dengan syahadat atau persaksian tentang kenabian Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan ini adalah pasangan dari persaksian tentang keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan keagungan dan kemuliaan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menunjukkan ketinggian derajat beliau. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan persaksian tentang keesaannya dengan persaksian tentang kerasulan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka persaksian bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, tidak akan diterima kecuali dengan persaksian bahwasannya Muhammad adalah utusan Allah.

Dan persaksian bahwasanya Muhammad Rasulullah adalah persaksian bahwasanya beliau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّـهِ

Dan tidaklah kami mengutus seorang Rasul kecuali agar ia ditaati dengan izin Allah.” (QS. An-Nisa[4]: 64)

Ini adalah tujuan diutusnya para Rasul. Yaitu agar mereka semua ditaati. Maka tidak cukup seseorang mengatakan, “Aku bersaksi bahwasanya dia adalah seorang Rasul.” Akan tetapi persaksian ini harus dibarengi dengan ketaatan terhadap sang utusan tersebut. Juga harus untuk mentaati segala perintahnya, menjauhi segala larangannya dan membenarkan semua kabar-kabar yang disampaikan.

Oleh karena itu penulis kitab ini Rahimahullah mengatakan bahwa konsekuensi dari persaksian bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah yaitu seorang harus membenarkan apa yang ia kabarkan, mentaati apa yang diperintahkan menjauhi apa yang ia larang dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan RasulNya.

Ini adalah bukti persaksian bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah. Yaitu seorang hamba melaksanakan konsekuensi dari kesaksian tersebut dengan mentaati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada segala perintahnya, menjauhi segala larangannya, membenarkan semua kabar-kabar yang ia sampaikan. Karena Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang dengan tiga perkara; perintah-perintah, larangan-larangan dan kabar-kabar.

Maka barangsiapa yang menyaksikan bahwasanya dia adalah Rasulullah, hendaklah ia membenarkan semua apa yang ia kabarkan, melaksanakan apa yang ia perintahkan, menjauhi apa yang ia larang.

Maka persaksian bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, artinya kita harus mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana kesaksian bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah. Yaitu seorang harus mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengikhlaskan segala ibadah hanya kepadaNya.

Maka seseorang tidak dikatakan telah bersaksi bahwasanya Muhammad Rasulullah dengan benar kecuali jika ia telah melaksanakan konsekuensi dari syahadat tersebut. Yaitu mentaati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada segala perintahnya, menjauhi segala larangan-larangannya, membenarkan apa yang ia kabarkan dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan apa yang ia syariatkan.

Juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tugasnya adalah menyampaikan perkataan yang mengutusnya. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

Dan tidak ada kewajiban kepada Rasul kecuali menyampaikan dengan terang.” (QS. An-Nur[24]: 54)

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyampaikan semua apa yang Allah perintahkan untuk disampaikan. Beliau tidak meninggalkan satu kebaikan kecuali beliau memberi petunjuk kepada umatnya untuk melakukannya. Dan tidak ada satu keburukan pun kecuali beliau telah memperingatkan umatnya akan bahaya keburukan tersebut.

Maka dikatakan:

من الله الرسالةُ، وعلى رسول البلاغ، وعلينا التسليم

“Risalah itu datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rasul kewajibannya adalah menyampaikan, dan kewajiban kita adalah menerima hal tersebut.”

Maka barangsiapa yang bersaksi bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, hendaklah ia menerima semua apa yang datang dari beliau. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr[59]: 7)

Juga firman Allah:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٦٥﴾

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa[4]: 65)

Juga Allah berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّـهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab[33]: 36)

Maka hendaklah seorang mentaati perintah-perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena mentaati perintah Rasulullah sama dengan mentaati Allah ‘Azza wa Jalla. Allah berfirman:

مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّـهَ ۖ

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” (QS. An-Nisa`[4]: 80)

Juga Allah berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّـهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّـهُ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” (QS. Ali-Imran[3]: 31)

Ini dinamakan ayatul mihnah (ayat ujian). Maka barangsiapa yang mengaku cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla, hendaklah ia menguji dirinya. Apakah ia benar-benar cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Tidak boleh seorang beribadah dengan hawa nafsu atau dengan bid’ah. Dan banyak sekali hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang memperingatkan dari bahaya bid’ah dan melarang untuk melakukannya. Dan di antara hadits-hadits yang disebutkan oleh para ulama bahwasanya hadits tersebut adalah pokok dari pokok-pokok agama yang dengannya agama ini tegak. Yaitu sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat yang lain:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa mengamalkan suaru perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak.” (HR. Muslim)

Juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila beliau berkhutbah, beliau mengatakan:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim)

Juga dalam hadits Sahabat ‘Irbath Radhiyallahu ‘Anhu:

إِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Sesungguhnya barangsiapa yang panjang umurnya setelahku diantara kalian, maka ia akan melihat perselisihan yang sangat banyak. Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengan petunjuk tersebut dan gigitlah petunjuk tersebut dengan gigi geraham. Dan jauhilah perkara-perkara yang baru dalam agama karena setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”

Dan banyak hadits-hadits lain yang semakna dengan hadits-hadits yang kita bacakan tadi.

Dua kalimat syahadat, yaitu syahadat bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Diatas dua hal ini agama ini menjadi tegak. Karena kalimat Laa Ilaaha Illallah artinya kita wajib mengikhlaskan seluruh ibadah kepada Allah dan arti dari Muhammad Rasulullah yaitu kita harus mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan agama ini juga dengan keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Simak pada menit ke-18:25

Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Makna dan Konsekuensi Syahadat Anna Muhammadan Rasulullah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46694-makna-dan-konsekuensi-syahadat-anna-muhammadan-rasulullah/